Posts

Sepasang Hitam Putih

Image
Lisya dan Oni. Keduanya sering mampir ke depan pintu rumah. Mencari makan, tentunya. Setiap saya membawa (sisa) makanan, Lisya (si kucing betina) akan langsung berlari menyerbu. Sementara Oni (kucing jantan), dia akan duduk dengan sabar, membiarkan Lisya mendapatkan makanan dan makan terlebih dahulu. Saya membayangkan mereka sebagai sepasang kekasih. Citra binatang jantan yang biasanya agresif dan dominan tidak tampak ketika mereka berdua. Oni lebih sering bersikap, “silakan neng Lisya dulu”. Padahal tampang dan perawakannya tergolong sangar. Lucu kalau melihat mereka berdua. Ada nuansa romantis ketika mereka mengeong pelan sambil sesekali mencuri pandang, dari jauh. *** Diterbitkan pertama kali di Instagram pada 28 Januari 2018. Sebelumnya diterbitkan pada URL: https://bitra.wordpress.com/2018/01/28/sepasang-hitam-putih/

The Operators

Image
Selama beberapa tahun ke belakang, saya punya semacam tugas tetap: menjadi operator presentasi di event tahunan Rapat Pimpinan di perusahaan tempat saya bekerja (untuk tugas ini saya selalu diduetkan dengan @sandi_outun ). Dan saya baru sadar, sedikit saja (untuk tidak berkata tidak ada) dokumentasi diri kami sedang mejeng di belakang meja operator. Kalaupun ada, biasanya jenis foto “kebetulan masuk frame”. Toh biasanya tidak ada waktu cukup luang untuk berfoto-foto. Ketika ada waktu luang, biasanya saya manfaatkan untuk ngopi sambil ngudud. Da setres tea geuning, mang. 

Train Alone

Image
Malam ini kali kedua mendapati kereta sangat lengang, kesempatan langka untuk duduk dengan nyaman. Earphone, check. Weezer on my spotify list, check. Eyes shut, check. Sejam lagi seharusnya sampai di stasiun tujuan. Sudah kusetel alarm untuk jaga-jaga. Tak terasa alarm kemudian berbunyi. Kumatikan suara lolongan serigala itu. Hanya ada sekitar 20 penumpang dalam gerbongku. Ah, masih beberapa stasiun lagi. Kututup mata. Badan ini masih lelah. Istirahat sebentar lagi saja, ujarku dalam hati. Saat mataku terbuka, beberapa penumpang sudah tidak ada. Aku bisa merasakan kereta berjalan dengan cepat. Lebih cepat dari biasanya. Aku mulai awas. Setelah kutunggu cukup lama, kereta belum juga melambat dan singgah ke stasiun. Ada yang tidak beres. Mataku terbuka makin lebar, cemas. Tak lama, kereta mulai melambat dan berhenti. Aku di mana? Stasiun Bojong Gede. Ini saatnya mengumpat. FAK! It was nearly midnight, and I was end up train alone in the opposite direction. To home. *** Diterbitkan pert

Jakarta Malam Itu

Image
Dua malam lalu, dalam perjalanan pulang dari kantor, sekitar jam 7 malam, ban motorku terasa bergoyang ketika mendaki flyover putaran ke arah Senayan. Setelah menepi, ternyata ban belakang motor bocor. Aku terpaksa turun dan mulai mendorong motor sambil berpikir di mana bisa mendapatkan tukang tambal ban di sekitar situ. Yang agak lucu, aku terkena musibah di lokasi tidak jauh tempat seorang kawan terkena musibah di malam sebelumnya (motornya terpeleset setelah hujan ringan, dan sempat terguling beberapa kali, syukurnya kawanku itu tidak mendapat cedera serius). Di daerah Senayan sekitar hotel Mulia, setahuku (sok tahu!) tidak ada tukang tambal ban. Dan aku membuat asumsi bahwa aku akan menemukan tukang tambal ban di sekitar Pal Merah. Karena aku harus menyeberang jalan untuk menuju ke sana, maka berdiam di tepi jalan sambil menunggu lalu lintas jam bubaran kantor untuk menyepi tampak seperti hal yang patut dicoba. Setelah beberapa menit, aku sadar bahwa lalu lintas ini tidak akan

Kopi aneh

Dua hari yang lalu seorang teman di kantor berbaik hati memberi saya sekantung kopi Bali Exotic Coffee. Dari namanya mungkin ini memang kopi asal Bali, walaupun dari keterangannya diproduksi di Makassar. Saya belum pernah minum kopi ini sebelumnya, dan cukup bersemangat untuk mencicipinya. Maka saya siapkanlah gelas di dapur, saya takar kopi dan gula dengan perbandingan 1,5:1,5 sendok. Saya panaskan air hingga mendidih, lalu menuangkannya ke gelas tadi. Agar rasa kopi lebih terasa, saya terbiasa meninggalkannya dulu selama kurang lebih 5 menit. Hitung-hitung sambil ngecek keadaan anak yang sedang bermain di ruang depan. Setelah 5 menitan berlalu, saya kembali dan ambil gelas kopi tadi sambil mencari posisi yang enak untuk sesi merokok sambil ngopi. Setelah merasa posisi duduk cukup nyaman, saya pandang sekilas kopi tadi dan berharap merasakan kopi dengan rasa baru yang unik. Saya seruput perlahan karena khawatir airnya masih terlalu panas. Saya rada termenung. Panas airnya pas. T

Experiencing is understanding

Image
Untuk mempercayai sesuatu, kadang orang berpegang pada idiom seeing is believing . Dibutuhkan sebuah bukti yang bisa dilihat untuk mempercayainya. Untuk meyakini sesuatu, kadang kita butuh sesuatu yang lebih dari apa yang terlihat. Butuh sesuatu yang berada dalam suatu lapisan mental, suatu kepercayaan (trust) pada suatu hal yang biasanya disemai melalui rangkaian panjang berbagai tindakan dan aksi, mungkin sebuah kultur. Untuk memahami suatu hal secara utuh, melihat saja tentu tidak cukup. Seorang suami yang melihat proses melahirkan istrinya tentu saja boleh berkata, “saya paham proses melahirkan itu menyakitkan”, tetapi pemahamannya tentu tak akan seutuh sang istri yang mengalaminya sendiri. Soal paham-memahami ini mulai intens saya rasakan ketika menikah lima tahun lalu. Saya mulai memahami, misalnya, mengapa dulu banyak senior saya yang sudah menikah sulit sekali diajak kongres (nongkrong teu beres-beres) malam-malam di kampus. Setelah kelahiran Amartya dua tahun l

Antara anugerah dan kutukan

Image
Ada yang mengatakan bahwa hidup (tepatnya kelahiran ke alam dunia) itu kutukan, karena "kita" tidak pernah meminta untuk dilahirkan. Ada juga yang menerima hidup sebagai anugerah, karena hidup adalah sebuah takdir yang --seperti halnya yang memandang sebagai kutukan-- tak terelakkan. Karena kita tidak memiliki kuasa atasnya. Mengisi hidup dengan mengutuk ke-hidup-an itu sendiri (bagi mereka yang sudah cukup lama hidup di dunia ini dan menghadapi berbagai macam persoalannya) tentu saja tidak bijaksana. Lebih-lebih berniat mengakhirinya. Kehidupan memang penuh misteri. Aku yakin bahwa misteri kehidupan ini tak akan ada habisnya. Sama seperti tak akan ada habisnya upaya kita mengarungi galaksi untuk mencari "dunia" yang mirip dengan yang kita tinggali saat ini. Perasaan bahwa hidup ini sulit, tak kenal ampun, apalagi kutukan, adalah karena kita memiliki akal, karena kita memiliki kemampuan untuk berpikir. Karenanya, kupikir kita tak perlu menyesali anugerah ters