Dokumentasi diri
Saya pernah menulis bahwa sekarang ini adalah era media sosial, dan orang-orang cenderung "hanya" menggunakan alamat email mereka untuk saling bertukar akses ke akun di Facebook, Twitter, MySpace, Koprol (sudah mati), dan sebagainya.
Memang sih, tidak semua akun media sosial tadi mengharuskan kita punya alamat email teman kita untuk menemukan akun mereka, tapi setidaknya email yang mereka miliki sangat jarang digunakan untuk saling berkirim surat. Apalagi dengan hampir semua teman memiliki smartphone, sekarang saling kirim SMS pun jarang. Kalau tidak menggunakan BBM (BlackBerry Messenger) atau YM (Yahoo Messenger), banyak teman memilih untuk menggunakan aplikasi semacam WhatsApp untuk berkomunikasi. Tapi cukup beralasan, karena biaya yang dikeluarkan untuk berkomunikasi menjadi lebih murah.
Seiring dengan banyak bermunculannya media sosial tadi, banyak aktivitas kemudian berpusat di sana. Memperbarui status di Facebook (FB) atau di Twitter menjadi salah satu ritual wajib bagi banyak orang sebelum melakukan aktivitas lain seperti berangkat ke kantor atau sekolah. Hampir semua teman yang saya kenal, saat ini memiliki akun di FB dan menggunakannya secara rutin. Saya sendiri nyatanya kurang sreg berlama-lama dengan FB dan lebih memilih sesekali berkicau di Twitter. Dengan fakta itu, jika aktif di FB menjadi ukuran apakah seseorang itu cukup "sosial" atau tidak, maka saya memang kurang "sosial", hehehe.
Setahu saya, saya termasuk orang yang membuat blog di awal-awal "teknologi" baru ini dikenal di Indonesia sekitar tahun 2000-an. Saat itu istilah blog belum dikenal luas, saya pun memang secara teknis bukan membuat blog melainkan situs web. Waktu itu, sekitar tahun 1999-2000, saya dipertemukan oleh ketagihan untuk browsing dengan layanan Geocities dari Yahoo! (Geocities adalah layanan gratis bagi siapapun yang ingin membuat situs web).
Mendokumentasikan hidup melalui blog
Saat ini, meskipun isinya jarang diperbarui, saya termasuk orang yang masih menganggap blog sebagai media penting untuk menyampaikan dan mendokumentasikan pikiran kita. Kebanyakan mungkin tidak menyentuh kepentingan banyak orang, tapi setidaknya dapat berguna bagi diri kita sendiri.
Pentingnya mendokumentasikan kehidupan kita pertama kali saya rasakan (kalau saya tidak keliru) ketika membaca sebuah pengantar pada sampul bagian dalam kaset kompilasi "Ticket to Ride" di tahun 1999. Yang saya serap intinya adalah, "jangan pernah menganggap remeh setiap potongan kecil dokumentasi, karena suatu saat nanti potongan itu bisa sangat berguna." Ticket to Ride sendiri berisi kumpulan lagu dari berbagai band underground, dan diproduksi untuk mengumpulkan dana pembangunan skatepark di kota Bandung.
Saya menggunakan blog pribadi saya untuk mencatat apa yang saya anggap perlu ditulis (ketika ada waktu dan mood untuk menuliskannya). Apa yang saya tulis, seringkali bukan sesuatu yang "penting". Tidak jarang juga saya menggunakannya untuk meluapkan amarah atau kekesalan. Semacam pelepasan energi negatif.
Salah seorang teman pernah mengatakan pada saya bahwa ia akan menghapus tulisan-tulisan yang "kurang penting" pada blog miliknya. Menurutnya, ia hanya ingin tulisan "terbaik" saja yang ada di sana, dan menghapus tulisan-tulisan yang temanya kurang "pas". Hal seperti itu bukan tidak pernah terpikir oleh saya, beberapa entri blog juga pernah saya hapus karena "kurang penting", tapi ada juga tulisan "kurang penting" yang tetap saya simpan.
Secara pribadi saya menganggap tidak ada hidup manusia yang sempurna. Dan karena itu juga saya menyimpan tulisan-tulisan "tidak penting" tadi. Selain "tidak penting", harus saya akui beberapa tulisan dibuat dengan gaya bahasa verbal, dan tidak ditulis dengan "baik". Tapi jujur saja, saya sering merasa terhibur ketika membaca tulisan-tulisan lama di blog pribadi saya. Saya merasa bernostalgia ke masa di mana saya masih sangat polos, impulsif, tapi di saat yang sama ada hal-hal yang tidak berubah.
Salah satu hal yang sering saya temukan ketika membaca kembali tulisan lama adalah saya sering terkaget-kaget dengan apa yang saya tulis. Pertanyaan seperti, "saya pernah menulis ini?" atau "kenapa saya menggunakan kata ini?" adalah yang kerap terlintas. Mungkin karena tulisan-tulisan itu dibuat dengan semangat "pokoknya menulis". Dari dokumentasi tulisan pribadi juga saya terus berusaha mengenal diri saya sendiri, dengan mengingat ulang dan berrefleksi. Meskipun mungkin saya akan menemukan masa lalu diri saya yang naif, kenakak-kanakan, ke-abg-abg-an, impulsif, ngelantur, dan sebagainya, saya sering tertawa membacanya. Mungkin ini salah satu cara saya menertawakan diri saya sendiri. Sendirian.
Memang sih, tidak semua akun media sosial tadi mengharuskan kita punya alamat email teman kita untuk menemukan akun mereka, tapi setidaknya email yang mereka miliki sangat jarang digunakan untuk saling berkirim surat. Apalagi dengan hampir semua teman memiliki smartphone, sekarang saling kirim SMS pun jarang. Kalau tidak menggunakan BBM (BlackBerry Messenger) atau YM (Yahoo Messenger), banyak teman memilih untuk menggunakan aplikasi semacam WhatsApp untuk berkomunikasi. Tapi cukup beralasan, karena biaya yang dikeluarkan untuk berkomunikasi menjadi lebih murah.
Seiring dengan banyak bermunculannya media sosial tadi, banyak aktivitas kemudian berpusat di sana. Memperbarui status di Facebook (FB) atau di Twitter menjadi salah satu ritual wajib bagi banyak orang sebelum melakukan aktivitas lain seperti berangkat ke kantor atau sekolah. Hampir semua teman yang saya kenal, saat ini memiliki akun di FB dan menggunakannya secara rutin. Saya sendiri nyatanya kurang sreg berlama-lama dengan FB dan lebih memilih sesekali berkicau di Twitter. Dengan fakta itu, jika aktif di FB menjadi ukuran apakah seseorang itu cukup "sosial" atau tidak, maka saya memang kurang "sosial", hehehe.
Setahu saya, saya termasuk orang yang membuat blog di awal-awal "teknologi" baru ini dikenal di Indonesia sekitar tahun 2000-an. Saat itu istilah blog belum dikenal luas, saya pun memang secara teknis bukan membuat blog melainkan situs web. Waktu itu, sekitar tahun 1999-2000, saya dipertemukan oleh ketagihan untuk browsing dengan layanan Geocities dari Yahoo! (Geocities adalah layanan gratis bagi siapapun yang ingin membuat situs web).
Mendokumentasikan hidup melalui blog
Saat ini, meskipun isinya jarang diperbarui, saya termasuk orang yang masih menganggap blog sebagai media penting untuk menyampaikan dan mendokumentasikan pikiran kita. Kebanyakan mungkin tidak menyentuh kepentingan banyak orang, tapi setidaknya dapat berguna bagi diri kita sendiri.
Kaset kompilasi "Ticket to Ride"
diproduksi tahun 1999 di Bandung
oleh Flatspills Records. |
Saya menggunakan blog pribadi saya untuk mencatat apa yang saya anggap perlu ditulis (ketika ada waktu dan mood untuk menuliskannya). Apa yang saya tulis, seringkali bukan sesuatu yang "penting". Tidak jarang juga saya menggunakannya untuk meluapkan amarah atau kekesalan. Semacam pelepasan energi negatif.
Salah seorang teman pernah mengatakan pada saya bahwa ia akan menghapus tulisan-tulisan yang "kurang penting" pada blog miliknya. Menurutnya, ia hanya ingin tulisan "terbaik" saja yang ada di sana, dan menghapus tulisan-tulisan yang temanya kurang "pas". Hal seperti itu bukan tidak pernah terpikir oleh saya, beberapa entri blog juga pernah saya hapus karena "kurang penting", tapi ada juga tulisan "kurang penting" yang tetap saya simpan.
Secara pribadi saya menganggap tidak ada hidup manusia yang sempurna. Dan karena itu juga saya menyimpan tulisan-tulisan "tidak penting" tadi. Selain "tidak penting", harus saya akui beberapa tulisan dibuat dengan gaya bahasa verbal, dan tidak ditulis dengan "baik". Tapi jujur saja, saya sering merasa terhibur ketika membaca tulisan-tulisan lama di blog pribadi saya. Saya merasa bernostalgia ke masa di mana saya masih sangat polos, impulsif, tapi di saat yang sama ada hal-hal yang tidak berubah.
Salah satu hal yang sering saya temukan ketika membaca kembali tulisan lama adalah saya sering terkaget-kaget dengan apa yang saya tulis. Pertanyaan seperti, "saya pernah menulis ini?" atau "kenapa saya menggunakan kata ini?" adalah yang kerap terlintas. Mungkin karena tulisan-tulisan itu dibuat dengan semangat "pokoknya menulis". Dari dokumentasi tulisan pribadi juga saya terus berusaha mengenal diri saya sendiri, dengan mengingat ulang dan berrefleksi. Meskipun mungkin saya akan menemukan masa lalu diri saya yang naif, kenakak-kanakan, ke-abg-abg-an, impulsif, ngelantur, dan sebagainya, saya sering tertawa membacanya. Mungkin ini salah satu cara saya menertawakan diri saya sendiri. Sendirian.
Comments
Post a Comment