Naik pesawat euy!
Senin, 14 Mei 2007 : hari saya pertama kali naik pesawat terbang. Yeah, akhirnya saya diberi umur juga untuk mengalami menjadi penumpang burung besi itu. Naik pesawat terbang tentu bukan sekadar duduk di kursi penumpang (nya heueuh atuh). Ku sabab, hari itu saya bersama ibu, adik saya, dan Lida, hendak menuju pulau dewata alias Bali untuk berlibur (bagi yang belum ngeh, pulau Bali yang dikenal punya pesona alam, ombak dan budayanya yang eksotik itu lebih terkenal dibanding Indonesia yang notabene adalah negara di mana Bali berada).
Apa yang membuatnya menjadi spesial adalah, hari itu adalah kali pertama saya naik pesawat terbang, dan pada saat yang sama, saya juga akan menginjak pulau dewata untuk pertama kalinya!! (Kok sepi sih? Mana tepuk tangannya? Hehe, kayak si Nazla ajah..)
Banyak juga pengalaman baru yang saya dapat sebelum mulai terbang. Dari mulai masuk pintu X-Ray (seperti di film-film, penumpang di-scan, kalau-kalau bawa barang-barang terlarang seperti granat, pistol, narkoba, sampai cutter), penimbangan barang kargo, masuk ruang tunggu, sampai merasa girang ketika masuk lorong jembatan penghubung pesawat dan akhirnya duduk di bangku penumpang. Kami naik pesawat Garuda Boeing 737-400 (atau Boeing 737-300 ya?). Pokoknya pesawat berkapasitas cukup besar dengan ukuran yang tidak terlalu besar.
Pengalaman naik pesawat pertama kali ternyata punya sensasi yang luar biasa. Sueerr, bikin jantung berdebar-debar. Apalagi waktu pesawat mau lepas landas.
Untuk masuk ke jalur take off, pesawatnya harus sedikit berputar-putar. Maklum, tadi dia kan harus parkir untuk ngejemput penumpang. Setelah sampai di jalur take off, hampir dua puluh detik si pesawat masih belum menunjukkan tanda-tanda mau terbang. Saya malah bingung, ini udah terbang atau belum. Tapi akhirnya tiba-tiba pesawat melaju dengan kencang. Mungkin kecepatannya sama dengan mobil Formula 1. Pokoknya kencang banget. Saya belum pernah naik kendaraan yang melaju secepat itu. Bahkan dengan kakak saya yang suka ngebut pake mobil itu.
Hidung pesawat meninggi dan akhirnya melepaskan kakinya dari landasan. Selama satu-dua menit setelah pesawat meninggalkan landasan, jantung saya masih belum bisa berhenti berdebar-debar. Saya agak panik, pesawatnya kok seperti yang tidak bisa “terbang”. Posisinya masih menengadah dan tidak terasa seperti terbang. Tapi dasar mungkin sayanya aja yang memang baru pertama kali naik pesawat, toh enggak lama kemudian posisinya normal. Tidak menengadah apalagi menukik. Mungkin tadi si pilot masih mencari ketinggian minimum mengudara. Rada gondok juga waktu ngeliat penumpang lain di sebelah kanan saya malah santai-santai aja. Ada yang ngedengerin musik pake headphone, ada yang baca koran, malah ada yang sepertinya udah mulai tidur... Sialan.
Kalau biasanya saya hampir selalu tidur di perjalanan waktu naik bis, kereta, atau mobil travel, waktu naik pesawat mata saya teu bisa merem. Pemandangan di angkasa, melihat awan-awan dan bumi di bawah sana terlalu menakjubkan untuk dilewatkan. Gila, gini ya rasanya terbang...
Perbedaan waktu Barat dan Timur Indonesia agak bikin bingung. Saya berangkat jam 11 siang dan tiba di Bali jam 13.20-an. Perjalanannya makan waktu sekitar 1 jam 20 menit, tapi karena selisih waktu 1 jam antara Bali dan Jakarta, ya agak bingung juga ini ngitungnya gimana.
Waktu mau mendarat di I Gusti Ngurah Rai, deg-degan datang lagi. Saya merasa pesawat masih begitu kencang ketika rodanya menyentuh landasan. Setelah roda belakang dan depan menyentuh landasan, pesawat masih agak lama meluncur. Di benak saya terbayang beberapa kecelakaan pesawat yang belum lama ini muncul di koran-koran. Saya tahu, negative thinking. Tapi saya memang tidak bisa tak ingat kejadian-kejadian itu.
Pesawat pun kemudian tiba-tiba ngerem. Anjrit, tangan saya meremas erat pegangan kursi. Rasa nyenut-nyenut di dadanya mirip naik angkot yang lagi geber edan-edanan terus ngerem mendadak waktu ada anak kecil nyebrang jalan tanpa liat kiri-kanan. Tentunya tanpa ada orang yang teriak, “kehed siah!” hehe..
Ah, ternyata tak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dari perjalanan itu. Kami sampai dengan selamat di pulau Dewata, siap untuk berlibur!
Apa yang membuatnya menjadi spesial adalah, hari itu adalah kali pertama saya naik pesawat terbang, dan pada saat yang sama, saya juga akan menginjak pulau dewata untuk pertama kalinya!! (Kok sepi sih? Mana tepuk tangannya? Hehe, kayak si Nazla ajah..)
Banyak juga pengalaman baru yang saya dapat sebelum mulai terbang. Dari mulai masuk pintu X-Ray (seperti di film-film, penumpang di-scan, kalau-kalau bawa barang-barang terlarang seperti granat, pistol, narkoba, sampai cutter), penimbangan barang kargo, masuk ruang tunggu, sampai merasa girang ketika masuk lorong jembatan penghubung pesawat dan akhirnya duduk di bangku penumpang. Kami naik pesawat Garuda Boeing 737-400 (atau Boeing 737-300 ya?). Pokoknya pesawat berkapasitas cukup besar dengan ukuran yang tidak terlalu besar.
Pengalaman naik pesawat pertama kali ternyata punya sensasi yang luar biasa. Sueerr, bikin jantung berdebar-debar. Apalagi waktu pesawat mau lepas landas.
Untuk masuk ke jalur take off, pesawatnya harus sedikit berputar-putar. Maklum, tadi dia kan harus parkir untuk ngejemput penumpang. Setelah sampai di jalur take off, hampir dua puluh detik si pesawat masih belum menunjukkan tanda-tanda mau terbang. Saya malah bingung, ini udah terbang atau belum. Tapi akhirnya tiba-tiba pesawat melaju dengan kencang. Mungkin kecepatannya sama dengan mobil Formula 1. Pokoknya kencang banget. Saya belum pernah naik kendaraan yang melaju secepat itu. Bahkan dengan kakak saya yang suka ngebut pake mobil itu.
Hidung pesawat meninggi dan akhirnya melepaskan kakinya dari landasan. Selama satu-dua menit setelah pesawat meninggalkan landasan, jantung saya masih belum bisa berhenti berdebar-debar. Saya agak panik, pesawatnya kok seperti yang tidak bisa “terbang”. Posisinya masih menengadah dan tidak terasa seperti terbang. Tapi dasar mungkin sayanya aja yang memang baru pertama kali naik pesawat, toh enggak lama kemudian posisinya normal. Tidak menengadah apalagi menukik. Mungkin tadi si pilot masih mencari ketinggian minimum mengudara. Rada gondok juga waktu ngeliat penumpang lain di sebelah kanan saya malah santai-santai aja. Ada yang ngedengerin musik pake headphone, ada yang baca koran, malah ada yang sepertinya udah mulai tidur... Sialan.
Kalau biasanya saya hampir selalu tidur di perjalanan waktu naik bis, kereta, atau mobil travel, waktu naik pesawat mata saya teu bisa merem. Pemandangan di angkasa, melihat awan-awan dan bumi di bawah sana terlalu menakjubkan untuk dilewatkan. Gila, gini ya rasanya terbang...
Perbedaan waktu Barat dan Timur Indonesia agak bikin bingung. Saya berangkat jam 11 siang dan tiba di Bali jam 13.20-an. Perjalanannya makan waktu sekitar 1 jam 20 menit, tapi karena selisih waktu 1 jam antara Bali dan Jakarta, ya agak bingung juga ini ngitungnya gimana.
Waktu mau mendarat di I Gusti Ngurah Rai, deg-degan datang lagi. Saya merasa pesawat masih begitu kencang ketika rodanya menyentuh landasan. Setelah roda belakang dan depan menyentuh landasan, pesawat masih agak lama meluncur. Di benak saya terbayang beberapa kecelakaan pesawat yang belum lama ini muncul di koran-koran. Saya tahu, negative thinking. Tapi saya memang tidak bisa tak ingat kejadian-kejadian itu.
Pesawat pun kemudian tiba-tiba ngerem. Anjrit, tangan saya meremas erat pegangan kursi. Rasa nyenut-nyenut di dadanya mirip naik angkot yang lagi geber edan-edanan terus ngerem mendadak waktu ada anak kecil nyebrang jalan tanpa liat kiri-kanan. Tentunya tanpa ada orang yang teriak, “kehed siah!” hehe..
Ah, ternyata tak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dari perjalanan itu. Kami sampai dengan selamat di pulau Dewata, siap untuk berlibur!
Comments
Post a Comment