Dua hari sebelum Lebaran (versi resmi pemerintah), saya dan kawan-kawan satu band dulu (hell yeah, it’s the Rule of Destruction crew!) berkumpul di rumah Babam di KPAD. Di bulan puasa ini, kami memang belum sempat bertemu (saya sendiri bahkan sudah hampir dua tahun tidak bertemu, sibuk sih, hehe..), dan akhirnya kami sepakat untuk bertemu sebelum Lebaran.
Saya kira tadinya kami akan berbuka di luar (sambil nongkrong di suatu tempat). Tapi akhirnya ya kami buka di rumah Babam (Babamnya sendiri malah gak puasa, baru bangun dari sakit). Saya dating duluan, karena datang dari tempat yang paling dekat (Geger Kalong), lalu Arief (yang belakangan, saya baru tahu dia jadi pemain drum Cherry Bombshell (did I spelled it correctly?)), menyusul kemudian Aang (debt collector yang semakin gemuk), lalu Juned (dia datang waktu kami hampir selesai makan karena harus nge-drop pacarnya untuk buka bareng teman-temannya). Setelah agak lama, Abdul (my old friend from junior high) datang bersama istri dan anaknya yang sudah berumur sebelas bulan (si gelo ieu teu bebeja geus kawin!).
Ah, rasanya kangen ngobrol bareng mereka. Jadi ingat masa-masa waktu kami sering nongkrong sampai larut malam di TB (Teluk Buyung) saat baru jadi mahasiswa tingkat awal. Dan di antara kami, sepertinya Cuma Babam dan Arief yang masih cukup intens berada di lingkaran per-musik-an bawah tanah. Babam masih sering melakukan “kontak” dengan dunia musik karena dia turut mengelola acara musik “ziggy wiggy” di STV, dan Arief, jelas, masih suka manggung bareng CherBomb. Anjis, poho! Tadi peuting kuduna nonton TransTV, aya si Arief jeung Tataloe! Ah.. poho euy… Ya, kumaha deui atuh..
Hmm, balik lagi ke acara kumpul bareng itu, kami ngobrol tentang kesibukan masing-masing saat ini. Saya, cuti kuliah (dan berarti masih belum lulus S1 juga), Arief sibuk dengan dengan CherBomb dan Tataloe (plus katanya ngajar di Elfas?), Juned yang kerja di Bank Niaga, Aang yang kerja di FIF (budak bikers nu jadi debt collector, hehe..), dan Babam yang sedang off dulu dari STV (karena berusaha lulus dari ekstensi Jurnalistiknya). Kalo Abdul, kayanya lagi sibuk banget dengan Musyawir Junior-nya, haha..
Di sela-sela itu, beberapa dari kami mengeluh tentang mahalnya biaya yang harus disiapkan untuk kawin (ya, mereka ingin kawin, tapi belum cukup pede untuk bikin hajatan). Dipikir-pikir, yang namanya acara perkawinan memang lebih mirip “hajatan orang tua”, karena orang yang “nikah”nya sih sebenarnya belum tentu ingin bikin hajatan (besar-besaran). Tapi biasanya orangtua lah yang menuntut dibuat acara seperti itu. Alasannya macam-macam, ada yang karena anaknya adalah anak perumpuan pertama yang nikah lah, atau karena anak paling tua lah, atau, ada juga yang merasa berkewajiban bikin hajatan karena orangtuanya adalah pejabat (mungkin pikirannya, malu dong kalo pejabat ga bikin hajatan..).
Ya, di acara kumpul kemarin memang suasananya berbeda jauh dengan masa-masa waktu kami nongkrong dulu. Semuanya sudah mulai cemas dengan hari-hari yang akan datang. Semua sudah bersikap lebih serius tentang masa depan, masa berkeluarga yang hampir tidak bisa kami hindari.. Apalagi waktu kami melihat Abdul dan anaknya yang belum genap berumur setahun itu.. Ah, dari mana kita harus cari uang untuk biaya kelahiran, makan, pakaian, dan kebutuhan lainnya? Dan kekhawatiran tentang berkeluarga semakin mencekam ketika muncul pertanyaan, “apakah berkeluarga adalah akhir dari kebebasan?” Ah, bukankah kita juga (nantinya) masih ingin bersenang-senang? Atau kadang bersikap “royal”? Yeah, I know, it’s a bit creepy..
Tanpa mencoba menganggap berkeluarga adalah hal yang remeh, mungkin sugesti sayalah yang membuat hal itu jadi mustahil dan begitu menakutkan.. Siapa tahu ternyata menyenangkan! Dan seperti kata orang, lamun geus kawin, tong hawatos kana artos, nu ngarana rejeki mah sok aya wae.. Haha.. Hayu atuh ah! :p~
PS: Kapan kita punya kesempatan untuk nge-jam, ya..
Yuk ah! :p
ReplyDelete