Sepotong kisah cinta

Seorang kawan mengirim cerita ini via surel.
Kisah ini menarik, karena walaupun sederhana, mengajak kita (kalau kita berani) untuk berpikir sejenak, dan merenung, betapa kadang kita berlaku seenaknya terhadap kaum perempuan. Apa respon kita ketika tiba-tiba laki-laki (termasuk kita) diposisikan tidak lagi sebagai subyek --seperti yang selama ini praktis kita rasakan--, tapi sebagai obyek? Selamat merenung..

AKU MENCINTAIMU

Ini ada kisah cinta sejati, sangat menyentuh, inspiring, such a fascinating story, selamat membaca:

Seorang napi baru kabur dari penjara setelah dipenjara 15 tahun. Dalam perjalanan kabur, dia menemui sebuah rumah dan mendobrak masuk ke dalamnya untuk mencari uang dan senjata. Tetapi yang ditemukan hanya sepasang suami istri muda yang sedang tidur di atas ranjang.

Napi itu memerintahkan yg laki2 turun dari ranjang dan mengikatnya di kursi. Kemudian sambil mengikat yg perempuan ke ranjang, napi itu mencium lehernya, lalu bergegas ke kamar mandi.

Sementara si napi berada di kamar mandi, sang suami berbisik ke istrinya: "Ma, org ini napi yg kabur dr penjara. lihat saja baju yg dipakai, dia mungkin sudah lama dipenjara dan belom pernah melihat wanita dalam waktu lama. Aku lihat bagaimana tadi dia mencium lehermu. Jika dia ingin berhubungan seks denganmu, jgn tolak, jgn mengeluh, lakukan sesuai keinginan dia, berikan kepuasan. Orang ini berbahaya, jika marah, dia bisa membunuh kita. Jadi bertahanlah sayang.. Aku mencintaimu.."

Balas sang istri, "Dia tidak mencium leherku. Tapi dia berbisik ke telingaku. Dia bilang dia homo dan menurutnya kamu seksi sekali dan bertanya apakah kita punya krim di kamar mandi. Jgn tolak, jgn mengeluh, lakukan sesuai keinginan dia, berikan kepuasan. Bertahanlah sayang. Aku mencintaimu juga..."

Comments

  1. Anonymous13:38

    bagus juga,

    lantas, bagaimana jika seorang werwin tejasomantri yang tengah meneratas mimpi datang dan melantunkan sebait puisi yang telah dimusikalisasi

    "Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, bagai isarat yang tak sempat dikatakan kayu kepada api yang menjadikanya abu..."

    ReplyDelete
  2. Mungkin ini hanya masalah perspektif aja, dan aku ingin melihat (dan berkomentar) dari sisi ke'naif'an seorang lelaki yang menganggap dirinya selalu menjadi subyek suatu kisah.

    Bukankah akhirnya keduanya ingin mencerita tragedi?

    ReplyDelete

Post a Comment